Selasa, 18 Januari 2022

Januari 18, 2022

 


A.      PERSALINAN

1.       Konsep Persalinan Normal

a.       Pengertian Persalinan Normal

Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan dan dapat hidup di luar uterus melalui vagina secara spontan (Manuaba, 1998; Wiknjosastro dkk, 2005). Pada akhir kehamilan, uterus secara progresif lebih peka sampai akhirnya timbul kontraksi kuat secara ritmis sehingga bayi dilahirkan (Guyton & Hall, 2002). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2007: 100).

 

b.       Sebab-Sebab Persalinan

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang sebab terjadinya persalinan:

1)    Teori Penurunan Progesteron Villi koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesterone menurun. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai (Wiknjosastro dkk, 2005). Selanjutnya otot rahim menjadi sensitif terhadap oksitosin. Penurunan kadar progesteron pada tingkat tertentu menyebabkan otot rahim mulai kontraksi (Manuaba, 1998).

2)    Teori Oksitosin Menjelang persalinan, terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot rahim, sehingga mudah terangsang saat disuntikkan oksitosin dan menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa oksitosin dapat meningkatkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung terus (Manuaba, 1998).

3)    Teori Keregangan Otot Rahim Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi (Wiknjosastro dkk, 2005). Otot rahim mempunyai kemampuan meregang sampai batas tertentu. Apabila batas tersebut sudah terlewati, maka akan terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai (Manuaba, 1998).

4)    Teori Prostaglandin Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua dari minggu ke-15 hingga aterm, dan kadarnya meningkat hingga ke waktu partus (Wiknjosastro dkk, 2005). Diperkirakan terjadinya penurunan progesteron dapat memicu interleukin-1 untuk dapat melakukan “hidrolisis gliserofosfolipid”, sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat menjadi prostaglandin, PGE2 dan PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa saat mulainya persalinan, terdapat penimbunan dalam jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam cairan amnion. Di samping itu, terjadi pembentukan prostasiklin dalam miometrium, desidua, dan korion leave. Prostaglandin dapat melunakkan serviks dan merangsang kontraksi, bila diberikan dalam bentuk infus, per os, atau secara intravaginal (Manuaba, 1998).

5)    Teori Janin Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal yang menghasilkan sinyal kemudian diarahkan kepada maternal sebagai tanda bahwa janin telah siap lahir. Namun mekanisme ini belum diketahui secara pasti. (Manuaba, 1998).

6)    Teori Berkurangnya Nutrisi Teori berkurangnya nutrisi pada janin diungkapkan oleh Hippocrates untuk pertama kalinya (Wiknjosastro dkk, 2005). Hasil konsepsi akan segera dikeluarkan bila nutrisi telah berkurang (Asrinah dkk, 2010).

7)    Teori Plasenta Menjadi Tua Plasenta yang semakin tua seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron sehingga timbul kontraksi rahim (Asrinah dkk, 2010).

 

c.       Tujuan Persalinan Normal

Tujuan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap, tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang dinginkan (optimal). Melalui pendekatan ini maka setiap intervensi yang diaplikasikan dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan (JNPK-KR, 2008).

 

2.       Tanda-Tanda Persalinan Ada 3 tanda yang paling utama yaitu:

a.       Kontraksi (His) Ibu terasa kenceng-kenceng sering, teratur dengan nyeri dijalarkan dari pinggang ke paha.Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon oksitosin yang secara fisiologis membantu dalam proses pengeluaran janin.

Ada 2 macam kontraksi yang pertama kontraksi palsu (Braxton hicks) dan kontraksi yang sebenarnya. Pada kontraksi palsu berlangsung sebentar, tidak terlalu sering dan tidak teratur, semakin lama tidak ada peningkatan kekuatan kontraksi. Sedangkan kontraksi yang sebenarnya bila ibu hamil merasakan kenceng-kenceng makin sering, waktunya semakin lama, dan makin kuat terasa, diserta mulas atau nyeri seperti kram perut. Perut bumil juga terasa kencang. Kontraksi bersifat fundal recumbent/nyeri yang dirasakan terjadi pada bagian atas atau bagian tengah perut atas atau puncak kehamilan (fundus), pinggang dan panggul serta perut bagian bawah. Tidak semua ibu hamil mengalami kontraksi (His) palsu. Kontraksi ini merupakan hal normal untuk mempersiapkan rahim untuk bersiap mengadapi persalinan.

b.       Pembukaan serviks, dimana primigravida >1,8cm dan multigravida 2,2cm Biasanya pada bumil dengan kehamilan pertama, terjadinya pembukaan ini disertai nyeri perut.

Sedangkan pada kehamilan anak kedua dan selanjutnya, pembukaan biasanya tanpa diiringi nyeri. Rasa nyeri terjadi karena adanya tekanan panggul saat kepala janin turun ke area tulang panggul sebagai akibat melunaknya rahim. Untuk memastikan telah terjadi pembukaan, tenaga medis biasanya akan melakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher).

c.       Pecahnya ketuban dan keluarnya bloody show.

Dalam bahasa medis disebut bloody show karena lendir ini bercampur darah. Itu terjadi karena pada saat menjelang persalinan terjadi pelunakan, pelebaran, dan penipisan mulut rahim. Bloody show seperti lendir yang kental dan bercampur darah. Menjelang persalinan terlihat lendir bercampur darah yang ada di leher rahim tsb akan keluar sebagai akibat terpisahnya membran selaput yang menegelilingi janin dan cairan ketuban mulai memisah dari dinding rahim.

Tanda selanjutnya pecahnya ketuban, di dalam selaput ketuban (korioamnion) yang membungkus janin, terdapat cairan ketuban sebagai bantalan bagi janin agar terlindungi, bisa bergerak bebas dan terhindar dari trauma luar. Terkadang ibu tidak sadar saat sudah mengeluarkan cairan ketuban dan terkadang menganggap bahwa yang keluar adalah air pipisnya. Cairan ketuban umumnya berwarna bening, tidak berbau, dan akan terus keluar sampai ibu akan melahirkan. Keluarnya cairan ketuban dari jalan lahir ini bisa terjadi secara normal namun bias juga karena ibu hamil mengalami trauma, infeksi, atau bagian ketuban yang tipis (locus minoris) berlubang dan pecah. Setelah ketuban pecah ibu akan mengalami kontraksi atau nyeri yang lebih intensif.

Terjadinya pecah ketuban merupakan tanda terhubungnya dengan dunia luar dan membuka potensi kuman/bakteri untuk masuk. Karena itulah harus segera dilakukan penanganan dan dalam waktu kurang dari 24 jam bayi harus lahir apabila belum lahir dalam waktu kurang dari 24 jam maka dilakukan penangana selanjutnya misalnya caesar.

 

3.       Tahapan Persalinan

Secara klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang disertai darah (bloody show). Lendir yang disertai darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseranpergeseran ketika serviks membuka (Wiknjosastro dkk, 2005).

a.       Kala I (Pembukaan Jalan Lahir) Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan diakhiri dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat berlangsung kurang dari satu jam pada sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala I persalinan pada primigravida berkisar dari 3,3 jam sampai 19,7 jam. Pada multigravida ialah 0,1 sampai 14,3 jam (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Ibu akan dipertahankan kekuatan moral dan emosinya karena persalinan masih jauh sehingga ibu dapat mengumpulkan kekuatan (Manuaba, 2006).

Proses membukanya serviks sebaga akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu:

1)      Fase laten: berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur yang menghasilkan perubahan serviks.

2)      Fase aktif: dibagi dalam 3 fase lagi yakni: · Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm. · Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. · Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian akan tetapi terjadi dalam waktu yang lebih pendek (Wiknjosastro dkk, 2005).

 

b.       Kala II (Pengeluaran)

Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan tekanan pada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan presentasi suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka dan dagu. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota badan bayi (Wiknjosastro dkk, 2005).

Masih ada banyak perdebatan tentang lama kala II yang tepat dan batas waktu yang dianggap normal. Batas dan lama tahap persalinan kala II berbeda-beda tergantung paritasnya. Durasi kala II dapat lebih lama pada wanita yang mendapat blok epidural dan menyebabkan hilangnya refleks mengedan. Pada Primigravida, waktu yang dibutuhkan dalam tahap ini adalah 25-57 menit (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Rata-rata durasi kala II yaitu 50 menit (Kenneth et al, 2009).

Pada tahap ini, jika ibu merasa kesepian, sendiri, takut dan cemas, maka ibu akan mengalami persalinan yang lebih lama dibandingkan dengan jika ibu merasa percaya diri dan tenang (Simkin, 2008).

 

c.       Kala III (Kala Uri)

Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri (Wiknjosastro dkk, 2005). Pada tahap ini dilakukan tekanan ringan di atas puncak rahim dengan cara Crede untuk membantu pengeluaran plasenta. Plasenta diperhatikan kelengkapannya secara cermat, sehingga tidak menyebabkan gangguan kontraksi rahim atau terjadi perdarahan sekunder (Manuaba, 2006).

 

d.       Kala IV (2 Jam Setelah Melahirkan)

Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis berlangsung dengan baik (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Pada tahap ini, kontraksi otot rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan darah, pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan selama 2 jam pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya (Manuaba, 2008).

 

2.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan antara lain:

a.       Passenger Malpresentasi atau malformasi janin dapat mempengaruhi persalinan normal (Taber, 1994). Pada faktor passenger, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

b.       Passage away Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

c.       Power His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul (Wiknjosastro dkk, 2005). Ibu melakukan kontraksi involunter dan volunteer secara bersamaan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

d.       Position Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

e.       Psychologic Respons Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan bagi wanita dan keluarganya. Rasa takut, tegang dan cemas mungkin mengakibatkan proses kelahiran berlangsung lambat. Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat terjadi kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jamjam dilatasi dan melahirkan kemudian berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan untuk mendukung wanita dan keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya dicapai hasil yang optimal bagi semua yang terlibat. Wanita yang bersalin biasanya akan mengutarakan berbagai kekhawatiran jika ditanya, tetapi mereka jarang dengan spontan menceritakannya (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

 

 

B.      BAYI BARU LAHIR

Asuhan pada bayi baru lahir normal adalah asuhan yang diberikan kepada bayi yang tidak memiliki indikasi medis untuk dirawat di rumah sakit, tetapi tetap berada di rumah sakit karena ibu mereka membutuhkan dukungan.Asuhan normal diberikan pada bayi yang memiliki masalah minor atau masalah medis yang umum (Williamson, 2014).

Pelayanan kesehatan bayi baru lahir di laksanakan minimal 3 kali dan sesuai dengan standar (menggunakan form tatalaksana bayi muda), yakni :

1.       Saat bayi berusia 6 jam-48 jam

2.       Saat bayi usia 3-7 hari

3.       Saat bayi 8-28 hari

Menurut Kemenkes (2015), asuhan yang diberikan pada BBL yaitu :

1)      Pencegahan Infeksi Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan mikroorganisme yang terpapar selama proses persalinan berlangsung ataupun beberapa saat setelah lahir. Pastikan penolong persalinan melakukan pencegahan infeksi sesuai pedoman.

2)      Menilai Bayi Baru Lahir Penilaian Bayi baru lahir dilakukan dalam waktu 30 detik pertama. Keadaan yang harus dinilai pada saat bayi baru lahir sebagai berikut.

a)       Apakah bayi cukup bulan?

b)      Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?

c)       Apakah bayi menangis atau bernapas?

d)      Apakah tonus otot baik?

Penilaian bayi baru lahir juga dapat dilakukan dengan Apgar Score.  

Setiap variabel diberi nilai 0, 1, atau 2 sehingga nilai tertinggi adalah 10. Nilai 7-10 pada menit pertama menunjukkan bahwa bayi sedang berada dalam kondisi baik. Nilai 4–6 menunjukkan adanya depresi sedang dan membutuhkan beberapa jenis tindakan resusitasi. Nilai 0–3 menunjukkan depresi serius dan membutuhkan resusitasi segera dan mungkin memerlukan ventilasi (Sondakh, 2014).

 

3)      Menjaga Bayi Tetap Hangat Mekanisme kehilangan panas tubuh bayi baru lahir

a)       Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas.

Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena

1) setelah lahir tubuh bayi tidak segera dikeringkan,

2) bayi yang terlalu cepat dimandikan, dan

3) tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti.

b)      Konduksi adalah kehilangan panas tubuh bayi melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.

c)       Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin.

d)      Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi.

 

4)      Perawatan Tali Pusat Lakukan perawatan tali pusat dengan cara mengklem dan memotong tali pusat setelah bayi lahir, kemudian mengikat tali pusat tanpa membubuhkan apapun.

5)      Inisiasi Menyusu Dini (IMD) MenurutKemenkes (2015), Segara setelah bayi lahir dan tali pusat diikat, gunakan topi pada bayi di letakkan secara tengkurap di dada ibu kontak langsung antara dada bayi dan kulit dada ibu. Bayi akan merangkak mencari puting susu dan menyusu. Suhu ruangan tidak boleh kurang dari 26oC. Keluarga memberi dukungan dan membantu ibu selama proses IMD.

6)      Pencegahan Infeksi Mata Dengan memeberikan salep mata antibiotika tetrasiklim 1% pada ke dua mata setelah satu jam kelahiran bayi.

7)      Pemberian Imunisasi Pemberian Vitamin K pada BBL untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defesiensi. BBL yang lahir normal dan cukup bulan berikan Vit.K 1 mg secara IM di paha kanan lateral. Imunisasi HB0 untuk pencegahan infeksi hepatitis B terhadap bayi. Pemberian imunisasi pada bayi baru lahir dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Dokumentasi asuhan bayi baru lahir merupakan bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada bayi baru lahir sampai 24 jam setelah kelahiran yang meliputi pengkajian , pembuatan diagnosis, pengidentifikasian masalah terhadap tindakan segera dan kolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain , serta penyusunan asuhan kebidanan dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya.  Beberapa teknik penulisan dalam dokumentasi asuhan bayi baru lahir yaitu :

1.       Mengumpulkan Data

Data yang dikumpulkan pada pengkajian asuhan bayi baru lahir :

Adaptasi BBL melalui penilaian APGAR SCORE; pengkajian keadaan fisik mulai kepala seperti ubun-ubun, sutura, moulage, caput succedanum atau cephal haetomma, lingkar kepala, pemeriksaan telinga; tanda infeksi pada mata, hidung dan mulut seperti pada bibir dan langitan, ada tidaknya sumbing, refleks hisap; pembengkakan dan benjolan pada leher; bentuk dada; puting susu; bunyi nafas dan jantung; gerakan bahu; lengan dan tangan; jumlah jari; refleks morro bentuk menonjolan sekitar tali pusat pada saat menangis; perdarahan tali pusat; jumlah pembuluh pada tali pusat; adanya benjolan pada perut, testis, penis, ujung penis; pemeriksaan kaki dan tungkai terhadap gerakan normal; ada tidaknya spinabivida, spingterani, verniks pada kulit; warna kulit, pembengkakan atau bercak hiotam (tanda lahir); pengkajian faktor ginetik; riwayat ibu mulai antenatal, intranatal sampai post partum, dll.

 

2.       Melalukan interprestasi data dasar

Interpretasi data dasasr yang akan dilakukan adalah beberapa data yang ditemukan pada saat pengkajian BBL, seperti :

Diagnosis : Bayi kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan, Masalah : Ibu kurang informasi, ibu tidak pernah ANC.

 

3.       Melalukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya Beberapa hasil dari interprestasi data dasar dapat digunakan untuk mengidentifisikasi diagnosis atau masalah potensial kemungkinan sehingga akan ditemukan beberapa diagnosis atau masalah potensial BBL serta antisipasi terhadap masalah yang timbul. Contohnya bayi kesulitan dalam menjangkau puting susu ibu atau reflek rooting nya tidak baik.

 

4.       Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau masalah potensial pada BBL Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melalukan konsultasi dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain berdasarkan kondisi pasien. Contohnya bayi dengan asfiksia.

 

5.       Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh

Penyusunan rencana asuhan secara menyeluruh pada BBL yaitu :

a.       Rencanakan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat dengan melakukan kontak antara kulit ibu dan bayi, periksa setiap 15 menit telapak kaki dan pastikan dengan periksa suhu aksila bayi.

b.       Rencanakan perawatan mata dengan menggunakan obat mata eritromisin 0.5% atau tetrasiklin 1% untuk pencegahan penyakit menular seksual.

c.       Rencanakan untuk memberikan identitas bayi dengan memberikan gelang tertulis nama bayi / ibu, tanggal lahir, no, jenis kelamin, ruang/unit.

d.       Tunjukan bayi kepada orangtua.

e.       Segera kontak dengan ibu, kemudian dorong untuk melalukan pemberian ASI

f.        Berikan vit k per oral 1mg/ hari selama 3 hari untuk mencegah perdarahan pada bayi normal, bagi bayi berisiko tinggi, berikan melalui parenteral dengan dosis 0.5 – 1mg IM

g.       Lakukan perawatan tali pusat.

h.       Berikan konseling tentang menjaga kehangatan bayi, pemberian ASI ,perawatan tali pusat dan tanda bahaya umum.

i.         Berikan imunisasi seperti BCG,POLIO, Hepatitis B j. Berikan perawatan rutin dan ajarkan pada ibu.

 

6.       Melaksanakan perencanaan Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana asuhan kebidanan yang menyeluruh dan dibatasi oleh standar asuhan kebidanan pada BBL. Contohnya menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan payudara.

 

7.       Evaluasi Evaluasi pada BBL dapat menggunakan SOAP

 

S : Data Subjektif

Berisi data dari pasien melalui anamnese (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung seperti menangis atau informasi dari ibu. Contohnya ibu mengatakan senang dengan kehadiran bayinya saat ini dan ingin mengetahui berat dan panjang bayi.

 O : Data objektif

Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik pada BBL. Contohnya pengukuran berat badan dan panjang bayi.

 A : Analisis dan interpretasi

Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan melalui diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya tindakan segera. Contohnya P3A0 dengan reflek rooting negatif.

P : Perencanaan

Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis, atau laboratorium, serta konseling untuk tindak lanjut.

Contohnya : Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya untuk merangsang keluarnya ASI.

Untuk lebih lengkapnya mengenai Asuhan Kebidanan Holistik Persalinan dan Bayi Baru Lahir dapat dilihat pada tautan di bawah ini:

 

 

Sumber: http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id/


0 komentar:

Posting Komentar